JAKARTA,(BPN)- Kepala Subdit Lingkungan Kerja dan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Ricky Yanuarfi mengatakan, mayoritas bandar atau pengedar sulit lepas dari jaringan narkoba meski sudah dipidana.
Bahkan, tidak sedikit kasus bandar narkoba yang masih berbisnis dari balik sel.
"Menurut survei BNN, hampir 50 persen pengedar dan bandar kendalikan narkoba di lapas," ujar Ricky dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (25/3/2017).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi masih aktifnya mereka dalam tahanan. Selain karena lengahnya penjagaan di lapas, para bandar dan pengedar menganggap bisnis narkoba sumber pendapatan yang menjanjikan.
Keterikatan itu juga terjadi pada pecandu. Menurut Ricky, delapan dari sepuluh pecandu narkoba akan kembali mengkonsumsi barang haram itu meski sudah direhabilitasi.
![]() |
Kepala Subdit Lingkungan Kerja dan Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN), Kombes Pol Ricky Yanuarfi |
"Ketika orang kecanduan narkoba, berarti dia beli tiket one way. Bisa berangkat, tidak bisa balik. Menurut teori, tidak ada yang sembuh ketika pakai narkoba," kata Ricky.
Padahal, biaya penanggulangan kasus narkoba tidaklah murah. Untuk rehabilitasi, diperlukan biaya Rp 10 juta per orang. Setidaknya perlu anggaran Rp 67 triliun per tahun untuk rehabilitasi.
"Pecandu narkoba tidak ada kapoknya. Sebelum mati tidak akan surut langkahnya," kata Ricky.
Untuk menekan tingginya kasus kejahatan narkotika, BNN pernah menggulirkan imbauan kepada pecandu untuk menyerahkan diri agar direhabilitasi, tanpa dikenakan pidana.
Namun, hanya kurang dari satu persen yang berani. Menurut Ricky, masih muncul stigma di masyarakat bahwa mengakui dirinya atau keluarganya sebagai pecandu merupakan aib.
"Padahal, satu orang kena narkoba akan mengubah perilaku seluruh keluarga. Karena sifat bawaan pecandu mencuri, kekerasan, akan lakukan tindakan pidana lainnya," kata Ricky.(kompas)
loading...
Post a Comment