|
Kepala BNN Komjen Budi Waseso |
BAPANAS- Keberhasilan aparat keamanan menggagalkan masuknya 1,2 juta butir pil ekstasi dari Belanda ke pasar dalam negeri pada 21 Juli 2017 layak disyukuri.
Dengan suksesnya operasi ini, banyak orang yang dapat diselamatkan dari bahaya narkoba. Dari fakta tersebut, menunjukkan betapa negeri ini masih menjadi sasaran empuk jaringan bandar narkoba lintas negara.
Sebelumnya pada 13 Juli 2017, juga berhasil digagalkan penyelundupan satu ton sabu berkat kerja sama yang baik dengan kepolisian Taiwan.
Kesuksesan aparat negara mencegah masuknya 1,2 juta butir ekstasi ke pasar Indonesia itu menambah panjang kisah sukses aparat terkait menggagalkan upaya jahat sindikat perdagangan narkoba trans-nasional.
Aparat saat itu menangkap tersangka LKC alias Acung yang menerima ekstasi di sebuah gudang di Paki Haji, Kabupaten Tangerang. Dalam kasus penyelundupan 1,2 juta butir pil ekstasi dari Belanda itu.
Para tersangka mengungkapkan bahwa seorang narapidana (napi) yang mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Nusakambangan, Jawa Tengah, mengendalikan sindikat penyelundupan narkoba tersebut.
“Dari interogasi itu diketahui bahwa Acung dikendalikan seorang napi dari Lapas Nusakambangan atas nama Aseng,” tutur Direktur Tipid Narkoba, Brigjen Eko Daniyanto, beberapa waktu lalu.
Pengakuan tersebut menunjukkan bahwa lapas belum sepenuhnya berhasil difungsikan sebagai tempat bagi para napi kembali menjadi “manusia seutuhnya” yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi lagi tindak pidana yang pernah dilakukannya.
Pengakuan itu justru mengonfirmasi apa yang pernah diingatkan mantan Menko Polhukam, Luhut B Pandjaitan, bahwa 75 persen peredaran narkoba di Tanah Air dikendalikan dari penjara.
Dengan jumlah pengguna narkoba yang diperkirakan Luhut mencapai tujuh juta orang dan nilai perdagangan mencapai 66 triliun rupiah itu, banyak napi kasus narkoba ini tak jera meskipun mereka diancam hukuman mati. Mereka melanjutkan aksinya dari balik jeruji lapas.
Tantangan yang dihadapi pemerintah dan rakyat Indonesia akibat ulah para gembong dan anggota sindikat narkoba ini tidak semakin berkurang. Hal itu dapat dilihat dari fakta semakin beragamnya jenis narkoba yang beredar di pasar dalam negeri.
Belum Berkomitmen
Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Pol Budi Waseso, menilai penanggung jawab lapas belum berkomitmen untuk membantu memberantas narkoba di lingkungannya. Ini terbukti masih sering ditemukannya peredaran narkotika yang dikendalikan napi dari dalam penjara.
“Jelas belum ada komitmennya. Buktinya masih sering terulang, terulang, dan terulang. Lapas juga tidak mau untuk melakukan perbaikan dengan alasan kapasitas ruangan di penjara. Makanya, saya bilang kalau tidak ada, ya gunakan buaya saja untuk jaganya,” kata Budi Waseso.
Beberapa kali BNN menemukan napi di dalam lapas menggunakan fasilitas alat komunikasi dalam menjalankan bisnis haramnya. Untuk mengatasi masalah ini, tambah Budi Waseso, memang harus ada terobosan yang harus dilakukan untuk pemberantasan narkoba.
Selain sejumlah narkoba seperti ganja, sabu, dan pil ekstasi, Balai Laboratorium Narkoba BNN mengidentifikasi 56 jenis zat psikoaktif baru (new psychoactive substances/NPS) telah beredar di Indonesia.
Dari 56 NPS tersebut, 43 jenis di antaranya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkoba.
Beberapa di antara 56 NPS yang sudah beredar di Indonesia itu diidentifikasi sebagai methylone (MDMC), JWH-018, pentylone, dan 4-CEC. Methylone yang masuk turunan cathinone ini memiliki efek stimulan, halusinogen, insomnia, dan sympathomimetic.
Mengingat seriusnya dampak, bahaya, dan ancaman beragam jenis narkoba yang kini beredar terhadap masa depan Indonesia itu, perang terhadap para pelaku kejahatan luar biasa ini jangan pernah berhenti.
Mereka tidak hanya telah mengancam kehidupan dan masa depan jutaan orang Indonesia dari berbagai kelompok usia yang sudah menjadi pengguna, tetapi juga generasi bangsa yang belum terpengaruh.
Perang terhadap pelaku kejahatan yang menimbulkan kerugian besar dari aspek ekonomi, sosial, budaya, dan stabilitas politik ini tetap harus digelorakan. Sinergi sejumlah aparat terkait harus terus diperkuat. Upaya kreatif dan sejumlah terobosan dalam memberantas jaringan narkoba lintas negara tidak boleh kendor.
Tindakan tegas terhadap petugas lapas yang terlibat membantu para bandar narkoba menjalankan aksi mereka mengatur peredaran narkoba dari dalam lapas harus dilakukan. Jangan lagi lapas dijadikan sebagai markas para bandar narkoba mengatur peredaran narkoba. (Ant)