BAPANAS- Siapa sih di dunia Pemasyarakatan (PAS) yang tidak kenal I Wayan Kusmiantha Dusak, semua pegawai PAS sampai petugas lapas tentu mengenalnya.
Ya dia tidak lain adalah orang nomor satu di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), selain menjabat Direktur Jenderal Pemasyarakatan atau kerap disingkat Dirjen PAS,I Wayan Dusak juga mantan Wartawan Freelance.
I Wayan Dusak adalah putra daerah Bali merupakan Alumni Mahasiswa Akademi Ilmu Pemasyarakatan yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen PAS Kemenkum HAM) sejak 10 Agustus 2015 lalu.
Secara singkat dibawah ini akan memaparkan profil serta latarbelakang serta karier I Wayan K Dusak hingga menjabat Dirjen PAS.
Nama: I Wayan Kusmiantha Dusak
Asal : Tabanan, Bali
Ayah: I Nengah Rapuk
Ibu: Ni Ketut Batang
Anak: Bungsu dari 6 Bersaudara
SMA: SMEA Jurusan Tata Niaga
Partai: Golkar
Lulus: 1982 Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AIP)
Karier Jabatan :
Kepala Rutan Jenepontoh (1998),
Kepala LP Watampone (2003),
Kabag Kepegawaian Ditjen PAS (2005),
Kadiv Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Sulsel (2007),
Kadiv Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Jatim (2009)
Kakanwil Kemenkum HAM Bengkulu (2011),
Kakanwil Kemenkum HAM Jabar (2012), Kakanwil Kemenkum HAM Jatim (2014)
Terakhir adalah Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM (sejak 10 Agustus 2015).
Rekam Jejak Kehidupan I Wayan Kusmiantha Dusak
Sebelum dipromosikan menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Dirjen Pas Kemenkum HAM), 10 Agustus 2015 lalu, I Wayan Kusmiantha Dusak, 58, punya pengalaman menggeluti beragam jenis pekerjaan. Salah satu putra terbaik Bali asal Tabanan ini merangkak mulai dari sebagai pekerja pabrik es, petugas asuransi, sopir tembak, kenek kuli bangunan, jadi wartawan, hingga instalator listrik.
Semua pekerjaan di masa mudanya itu dijalani dengan penuh tanggung jawab, lantaran kondisi perekonomian keluarganya saat itu terbatas. Kedua orangtuanya, I Nengah Rapuk dan Ni Ketut Batang, hanyalah pasutri petani penggarap di kampung halamannya kawasan Banjar Pangkung, Desa Delod Peken, Kecamatan Tabanan. Wayan Kusmiantha Dusak sendiri merupakan anak bungsu dari 6 bersaudara.
Ketika itu, Kusmiantha Dusak tinggal bersama kakak keriganya yang berdinas sebagai tentara di Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Nah, kakak ketiga yang mengajaknya sejak tamat SD itu, ekonominya belumlah mapan. Maka, untuk bisa mendapatkan penghasilan, Kusmiantha harus bekerja, terutama setelah kembali tinggal di Cibinong bersama kakak ketiganya setamat SMEA tahun 1976.
"Begitu tamat SMEA Dwi Tunggal Tabanan tahun 1976, saya balik ke Cibinong. Tadinya ingin melanjutkan pendidikan, tapi perekonomian saat itu belum mapan, se-hingga saya harus bekerja apa saja," kenang Kusmiantha saat ditemui NusaBali di ruang kerjanya di Gedung Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkum HAM, Jalan Veteran Nomor 11 Jakarta Pusat, Rabu (16/9) lalu.
Berbekal ijazah SMEA Jurusan Tata Niaga, Kusmiantha melamar ke sejumlah pabrik di Cibinong. Namun, dia ditolak berkali-kali dari satu pabrik ke pabrik lainnya. Sampai akhirnya dia diterima kerja di sebuah pabrik es. Berhubung bekerja di pabrik es cukup berat dengan penghasilan sangat kecil, Kusmiantha pilih keluar. Dia beralih ke pekerjaan sebagai petugas asuransi, yang khusus mencari nasabah.
Selama menjadi petugas asuransi, lebih banyak duka dari pada sukanya. Sebab, Ku-smiantha sering ditolak saat menawarkan asuransi. Kalau pun ada yang tertarik mendengarkan presentasinya tentang asuransi, ujung-ujungnya mereka tetap saja tidak bersedia menjadi nasabah. Kusmiantha pun banting setir menjadi sopir tembak angkot Jurusan Cibinong-Cilengsi.
Jadi sopir tembak juga tidak bertahan lama. Setelah berhenti jadi sopir tembak, Ku-smiantha justru beralih menjadi kenek buruh bangunan. Kebetulan, seorang tetang-ganya di Cibinong bekerja sebagai tukang bangunan. Berhubung sang tetangga me-mbutuhkan anak buah, Kusmiantha ditarik. Nah, dari kenek bangunan, Kusmiantha kemudian belajar bagaimana menjadi instalator listrik.
Jadi Wartawan Freelance
Dia pun pernah mengalami kesetrum listrik sampai dua kali. Dari pengalamnan kesetrum itu, Kusmiantha pilih tidak lagi melanjutkan kerja sebagai instalator listrik. Selanjutnya, Kusmiantha mengikuti kursus pemotretan dan jurnalistik secara gratis. Dari pembekalan gratis itu, Kusmiantha mencoba keberuntungan di dunia jurnalistikl. Dia akhirnya menjadi wartawan freelance di salah satu media cetak yakni Harian Merdeka di Jogjakarta. Dia lebih banyak mengekspose kasus pembunuhan.
Saat itu, Kusmiantha lebih banyak tidur di stasiun kereta, karena tak cukup uang untuk kos di Jogjakarta. Makan juga seadanya dan sering dibantu teman. Maklumlah, tulisannya jarang dimuat karena harus bersaing dengan wartawan beat.
Hanya bertahan 2 bulan sebagai wartawan freelance di Jogjakarta, Kusmiantha putus-kan balik ke Jakarta dan tinggal lagi bersama kakak ketiganya. Kala itu, kakaknya yang berdinas sebagai tentara sudah dipindahkan dari Cibinong ke Kompleks Konstrad di kawasan Tanah Kusir, Jakarta.
Di Jakarta, Kusmiantha mulai aktif berorganisasi. Dia masuk Karang Taruna Tingkat RW. Bahkan, sempat dipercaya sebagai Wakil Ketua Karang Taruna RW 13. Kemudian, Kusmiantha masuk AMPI---organisasi sayap kepemudaan yang dibentuk Golkar.
Lagi-lagi, Kusmiatha dipercaya menjadi pengurus AMPI Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Dia juga aktif dalam Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan Indonesia (FKPPI) Jakarta Selatan yang baru dibentuk kala itu. Dia dipercaya menjadi Kasi Humas FKPPI Jakarta Selatan.
Berkat aktivitasnya di berbagai organisasi, Kusmiantha kemudian memperoleh bea-siswa untuk kuliah di Akademi Angkutan Niaga. Kelak tugasnya adalah mengatur kargo di pelabuhan atau bandara. Namun, dia hanya tahan satu semester menempuh pendidikan di sana. Sebab, Kusmiantha mendapat informasi ada penerimaan di Akademi Ilmu Pemasyarakatan (AIP).
Kusmiantha pun mendaftar dan diterima kuliah di akademi berikatan dinas ini. Dia masuk tahun 1979 dan berhasil lulus pada 1982. "Kami berlima melamar ke AIP kala itu. Empat teman lagi adalah Indra Berangin-angin, Iskandar, Zulfikar, dan Bambang Rasyid. Dari kami berlima, hanya saya yang lulus AIP," kata ayah tiga anak dari pernikahannya dengan Wahyuni ini.
Kuliah di AIP inilah yang kemudian menentukan arah hidup Wayan Kusmiantha Dusak, hingga akhirnya meraih jabatan tinggi sebagai Dirjen Pas Kemenkum HAM. Menurut Kusmiantha, dia lulus tahun 1982 bersama 62 orang lainnya. Mereka ini lulkusan angkatan 15. Mereka semua ditempatkan di LP Kelas 1 Tangerang untuk praktek, agar nantinya ready to use. Di LP Tangerang, Kusmiantha bertugas selama 9 tahun, sebelum mendapat promosi sebagai Kepala Seksi Binapi di Manado.
Kariernya terbilang moncer sejak dipromosikan menjadi Kadiv Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Jawa Timur tahun 1991. Dari situ, Kusmiantha Dusak lanjut jadi Kepala Rutan Jenepontoh (1998), Kepala LP Watampone (2003), Kabag Kepegawaian Ditjen PAS (2005), Kadiv Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Sulsel (2007), kembali jadi Kadiv Administrasi Kanwil Kemenkum HAM Jatim (2009).
Kemudian menjabat Kakanwil Kemenkum HAM Bengkulu (2011),Kakanwil Kemenkum HAM Jabar (2012), Kakanwil Kemenkum HAM Jatim (2014), hingga akhirnya promisi jadi Dirjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM (sejak 10 Agustus 2015).(
sikpas)
Oleh: T. Sayed Azhar