SIDOARJO,(BPN) – Banyak teriakan mantan narapidana (napi) yang pernah menjalani masa hukuman di lembaga pemasyarakatan (Lapas) kelas II Sidoarjo Jl. Sultan Agung No.32, Gajah Timur, Magersari, Kec. Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, membuat citra lapas ini mencoreng nama baik bagi lembaga pemerintahan khususnya kementerian hukum dan ham di seluruh republik Indonesia.
Data dihimpun redaksi satu persatu mantan narapidana yang menjadi korban dan pernah ikut terlibat dalam praktek pungli dan praktek bisnis terselubung di dalam rumah tahanan negara lapas II Sidoarjo mulai berteriak kepada media ini. Dari praktek pungutan liar (pungli) dan bisnis alat komunikasi (handphone) hingga narkoba, yang dinilai sudah beranak pinak yang dilakukan oleh para narapidana yang dipilih penjadi petugas pendamping (tamping) bekerja sama dengan petugas lapas II Sidoarjo.
Haryono 50th, asal kota Banyuwangi, dirinya menjalani masa hukuman selama 4 bulan penjara hingga menghirup udara bebas pada bulan November 2018 lalu dari rumah tahanan lapas II Sidoarjo, Jawa timur. Sebagian cerita pilu tentang Haryono dibeberkan kepada media, Rabu (20/03/19) kemarin.
“ini pertama kali saya merasakan dan menjalani hidup di dalam rumah tahanan Negara lapas II kota Sidoarjo,” ungkapnya sambil meneteskan air mata saat bercerita nasib nya saat itu.
Sebelum memasuki sebuah kamar atau blok tahanan yang ditujukan kepada Haryono. Menurutnya, masih harus melewati proses karantina terlebih dahulu selama 2-4 minggu lebih.
“Setelah melalui proses penyidikan di kepolisian dan kejaksaan, saya dilimpahkan ke rumah tahanan lapas II Sidoarjo. Kemudian dimasukan jeruji besi yang namanya karantina, dengan dihuni melebihi kapasitas hingga 50-60 orang tahanan, tidur dengan posisi duduk dan untuk beribadah pun tidak bisa,” beber Haryono kepada wartawan.
Menurut Haryono, semua hak dirinya terabaikan dan kewajiban dirinya yang dirasa sudah menjalani hukuman atas tindakan yang diperbuat. Tidak hanya disitu saja, lanjut Haryono, setelah masa karantina dirinya di pindahkan di blok tahanan 3A langsung mendapat kewajiban yang harus di penuhi sebagai penghuni Blok 3A
“Pihak kepala kamar (KM) meminta agar kewajiban sebagai penghuni Blok 3A segera di penuhi, di antaranya bayar uang kamar Rp. 300.000,00 dan uang mingguan Rp. 25.000,00. Uang tersebut di gunakan untuk bayar petugas dan keperluan blok 3A, mulai dari kebersihan, sampah, keresek, sabun, listrik, dan keamanan lainya, dan uang itu diambil oleh petugas pendamping (tamping) yang tiap minggu nya di ambil, jika tidak dibayarkan blok tahanan tersebut pintunya tidak akan dibuka hingga tidak bisa melakukan aktivitas dan hanya di dalam kamar blok saja,” ungkapnya.
Menurut Haryono, ia sedang menjalani hukuman di Lapas kelas II Sidoarjo bukan menempati sebuah kos-kosan, mengapa harus bayar 300 ribu rupiah untuk uang kamar. Sedangkan ia, hanya tahanan dari keluarga yang kurang mampu, dan tidak pernah di besuk oleh keluarganya selama di lapas karena jarak dan juga tidak memiliki penghasilan tetap.
“Saya menjalani hukuman dengan ikhlas, bukan kos di Lapas tersebut. Uang dari mana untuk bayar kos, kerja saja tidak. Keluarga jauh di Banyuwangi, tidak pernah besuk, hingga saya terpaksa menjalani masa hukuman dengan menjadi sebagai (AI) atau tukang bersih-bersih “pembantu” bagi penghuni blok 3A karena tidak mampu bayar uang kamar dan iuran bulanan,” ungkap.
Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan (KPLP) kelas II Sidoarjo Tristiantoro Adi Wibowo angkat bicara mengenai hal tersebut, ia menjelaskan terkait adanya kegiatan pungutan liar (pungli) dan adanya narapidana yang dikaryakan atau dipekerjakan sebagai petugas pendamping (tamping) di dalam Lapas kelas II A Sidoarjo yang diduga sebagai kepanjangan tangan untuk menarik iuran atau pungli kepada semua tahanan.
“Kalau masalah pungli atau istilah bayar dek-dekan (kamar) yang setiap minggu dan bulan, itu tidak ada mas. Saya tidak pernah memerintahkan anak buah saya untuk meminta sejumlah uang kepada para tahanan atau napi,” ujar Kepala KPLP Tristiantoro Adi Wibowo, melalui via telepon, Sabtu (30/03/19) kemarin.
Tristiantoro Adi Wibowo atau yang kerap disapa Adi itu menjelaskan kepada media ini, jika dirinya baru baru bertugas disini menjadi Kepala KPLP.
“Saya baru bertugas disisni, dan saya tidak mengetahui adanya pungli yang dilakukan petugas terhadap para tahanan atau napi. Kalau informasi iuran yang diberikan kepada petugas, saya rasa itu tidak benar mas,” tepisnya.
Dikatakan oleh Adi, dirinya selalu mewanti – wanti kepada setiap anggota agar selalu menjaga nama baik Lapas kelas II A Sidoarjo, supaya bersih dari pungli dan tindakan melawan hukum lainnya. Lanjut Adi, pihaknya juga selalu melakukan pemeriksaan, mulai dari jajaran staf paling bawa hingga kepala Lapas pun tidak luput dari pemeriksaan tanpa terkecuali.
“Kita berkomitmen untuk memberantas aksi pungli, penyulundupan handphone, dan narkoba yang terjadi di dalam Lapas ini. Kalaupun memang ada pasti kita akan kita telusuri dan akan melakukan tindakan tegas terhadap oknum yang menyalahgunakan jabatan demi mendapat keuntungan sendiri. Memang oknum – oknum seperti itu pasti ada, namun kita terus selalu berkomitmen agar Lapas kelas II A Sidoarjo bebas dari pungli, sebab kita mengharamkan tindakan tersebut,” terang Adi Wibowo.
Adi menanggapi terkait adanya iuran tiap kamar (blok) didalam Lapas II Sidoarjo, mengenai uang iuran yang dilakukan oleh kepala kamar (KM) terhadap para tahanan atau napi. Menurut Adi, mungkin digunakan untuk sebagai tambahan keperluan mereka sendiri yakni para napi.
“Seperti beli air minum dan kebutuhan lainya bagi narapidana pastinya ditanggung sendiri, sebab jatah air minum para tahanan atau napi per 1 harinya hanya 2 liter air mineral. Kalau informasi iuran yang diberikan kepada petugas, saya rasa itu tidak benar mas, rumah tahanan lembaga pemasyarakatan kelas II Sidoarjo punya anggaran sendiri untuk kebersihan dan kebutuhan lainnya,” akunya Adi Wibowo.
Untuk masalah petugas pendamping (tamping) Adi juga menjelaskan, Petugas mengangkat napi sebagai tamping melalui persyaratan tertentu, serta kesepakatan antara petugas dengan napi, pihaknya tidak sembarangan mengangkat seorang napi untuk di jadikan tamping.
“Adanya tamping untuk meringankan beban petugas didalam lapas, dalam masalah kebersihan dan kerapian dilingkungan lapas. Jadi tamping itu kayak asesmen kita,” ujar Kepala KPLP kelas IIA Sidoarjo, Tristiantoro Adi Wibowo. Dikutip dari Berita Rakyat.
Ditambahkan oleh Adi, tamping kita pekerjakan untuk masalah kebersihan dan kerapian lingkungan Lapas kelas IIA Sidoarjo. Dan mereka tidak ada bayaran (gaji), kita hanya memberikan kegiatan kepada mereka. Untuk petugas juga tetap menjalankan tugas pokoknya sesuai dengan job masing – masing.
Ironis, karena ketidak sanggupan membayar uang kamar dan iuran mingguan, yang harus dibayarkan kepada tamping melalui kepala kamar, Haryono harus menjadi pekerja sebagai tenaga kebersihan di blok 3A. AI adalah nama yang dikenal sebagai pekerja masing-masing blok tahanan di lapas Sidoarjo, dijadikan lah tahanan itu sebagai tenaga kasar alias pembantu dalam kamar tersebut.
Sementara, Slamet Maulana yang juga berporfesi wartawan tersandung kasus pencemaran nama baik (pasal pesanan) pernah mendekam di Lapas kelas IIA Sidoarjo juga mengalami hal yang sama, ” Saya juga begitu mas, jadi kayak nya sudah tradisi di lapas kelas IIA Sidoarjo sini, ” pungkasnya. (red/Liputan Indonesia)