Kisah Mantan Napi: Di Lapas Mataram Bebas Keluar Masuk Napi, Miras dan Handphone Mudah Dijumpai
BAPANAS- Kehidupan para narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas IIA Mataram terbongkar. Itu berkat pengakuan mantan napi yang sempat mendekam di gedung menyeramkan barat kantor Gubernur NTB itu.
Nama napi itu sebut saja Nina (nama samaran). Mendekam di Lapas Mataram beberapa bulan membuatnya tahu kehidupan orang-orang di dalam tempat itu. Mulai dari kehidupan napi hingga para petugas Lapas.
Wanita 36 tahun itu dibui gara-gara sebuah kasus. “Saya mulai di Lapas Mataram awal tahun 2017,” ungkapnya.
“berada di dalam Lapas itu rasanya seperti sedang berada di studio foto, kemudian ada blitz foto layaknya petir di siang bolong,” ungkapnya.
Beberapa bulan di dalam Lapas, Nina banyak mengalami kisah seru, unik, dan sangat rahasia. “Awal masuk di dalam Lapas itu, saya sempat kaget, ya namanya juga ini pengalaman pertama kali buat saya. Jangan sampai masuk kesana lagi, deh,” jawabnya sambil berusaha bercanda.
Malam pertama, Nina mengaku tidak tenang. Napi lain yang sekamar dengannya tidak bersikap ramah. Mereka cenderung tertutup. Dan, untuk mendapatkan tempat tidur pun, Nina mengaku harus mengalah.
“Ya, saya harus mengalah, yang lebih senior punya wilayah tempat tidurnya sendiri. Jadi di dalam ruangan itu yang junior harus tidur di tempat sisa. Bahkan, antara kepala dan kaki dari masing-masing orang itu sangat berdekatan, awalnya saya kaget, tapi setelah dipikir-pikir, ya sudahlah, yang penting bisa tidur saja dulu,” terangnya.
Ilustrasi |
“Jadi, beberapa senior saya di dalam lapas banyak cerita. Kalau di lapas itu tidak seseram apa yang dikatakaan oleh orang di luar sana. Seperti halnya ada larangan tidak boleh membawa smartphone untuk berkomunikasi dengan sanak keluarga di luar jam besuk yang sudah disediakan. Tapi ternyata hampir 80 persen napi di sana punya handphone. Asal tidak ketahuan para penjaga saja, biasanya mereka kerja sama dengan penjaga, ada juga yang bayar agar tidak dilaporkan,” tuturnya.
Nina mengaku tidak berani, membawa atau menyimpan telepon genggam. Karena ia paham, napi baru tidak boleh melanggar aturan. “Saya tidak berani, niat pun tidak pernah. Saya hanya menggunakan fasilitas telepon (wartel) yang ada di dalam lapas. Tarifnya pun tidak terlalu mahal, Rp 1000 untuk lima menit,” kenang Nina.
Selain banyak para seniornya di lapas yang dengan leluasa menggunakan telepon genggam, mereka juga biasa mengkonsumsi minuman keras ketika di dalam lapas. Dengan bantuan orang dalam tentunya.
“Ya, misal ketika jam malam, saya masih ingat sekali saat itu. Sekitar pukul 11.00 malam, ada beberapa senior yang sedang mengkonsumsi minuman itu di dalam sel, bahkan satu kamar dan satu ruangan dengan saya. Saya tau kok, bedanya minuman biasa dengan minuman keras, dari aromanya saja sudah berbeda,” tegasnya.
Nina pun sempat mendengar kabar, bahwa, untuk keluar masuk dari lapas, bisa dilakukan oleh beberapa napi. “Yang saya dengar, ada banyak yang keluar masuk, jadi napi itu keluar ketika malam, dan akan kembali ke lapas ketika pagi hari sebelum para petugas melakukan pengecekan sehabis upacara,” tandas Nina.
Bantahan Kalapas
Sementara itu, Kepala Lapas (Kalapas) Kelas II A Mataram Gun Gun Gunawan membantah keras pengakuan dari salah satu mantan napi itu. Awalnya, Gun Gun sempat enggan mengomentari.
Ia beralasan tengah mengikuti proses assessmen di Jakarta. “Nanti Kajari saja atau KPLP saja (yang beri keterangan),” kata Gun gun.
Tetapi kemudian, ia akhirnya berubah pikiran dengan mengatakan informasi itu tidak berdasar. Selama ini pihaknya selalu berupaya meningkatkan keamanan dan ketertiban di area Lembaga Pemasyarakatn (Lapas).
Berbagai upaya dilakukan para penghuni Lapas dari menyelundupkan barang-barang haram, hingga peralatan telekomunikasi sudah beberapa kali berhasil ditindak.
“Saya sering nangkap itu yang narkoba sudah berapa kali nangkap lalu saya serahkan ke Polisi, begitu juga nangkap HP,” cetusnya.
Bahkan ia membuat semacam sayembara bagi para Penjaga Lapas. Siapapun diantara pegawai yang berhasil memergoki apalagi menangkap ada napi yang membawa ponsel, maka akan dihadiahi Rp 50 ribu. “Saya kasih mereka reward,” ungkapnya.
Karena itu, sekali lagi ia menepis keterangan itu. Menurutnya, informasi soal betapa bebasnya para pelaku keluar masuk membawa barang-barang terlarang, terlalu mengada-ada. “Sekarang di sana itu ada dua LP pak, ada LP Laki-laki dan LP perempuan,” terangnya.
Kondisi ini sempat membuat banyak orang salah kaprah. Mengira ada orang lain yang keluar masuk. Padahal petugas dua Lembaga Pemasyarakatan (LP) itu berbeda.
Ia kemudian menuturkan, pernah suatu saat mendapat informasi ada indikasi kiriman barang masuk ke Lapas perempuan. Informasi itu, ditindak lanjuti dengan penyelidikan langsung.
“Akhirnya apa (setelah terbukti benar) Kalapas perempuanya saya tindak dan pindah ke Selong,” ungkapnya.
Tindakan tegas ini diambil untuk meningkatkan kedisiplinan para pegawai di Lapas kelas II A Mataram. Tidak hanya itu, oknum pegawai yang bahkan mencoba memanfaatkan situasi dengan memuluskan upaya penyelundupan barang terlarang ke area Lapas, juga sudah ada yang ditindak.
“Ada diantaranya oknum pegawai yang sudah jadi napi, karena terbukti membantu penyelundupan,” tegasnya.
Dirinya mengaku tidak main-main dalam penegakan hukum. Bisa saja ada oknum yang masih mencoba mencari kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dari penyelundupan barang ke dalam Lapas. Tetapi ia berjanji segera menelusuri.
“Kita akan kejar terus, kita ingin semua bekerja sesuai dengan SOP yang ada,” imbuhnya.
Sementara itu, terkait dengan tudingan bebasnya para napi keluar masuk Lapas, ia juga menegaskan itu tidak benar. Ia mengakui memang ada beberapa napi dibolehkan keluar pintu Lapas. Tetapi untuk tujuan yang jelas.
“Ada napi asimilasi di luar karena kerja di cucian di depan dan ada yang izin berobat, tetapi itupun dengan pengawalan ketat polisi,” ungkapnya.
Mereka boleh keluar dengan mengikuti SOP yang telah diatur di Lapas. Jadi, sama sekali bukan keluar masuk seperti yang diakui mantan napi itu. “Kalau mau tahu tentang prosedurnya seperti apa, datangi pak KPLP namanya Pak Jumasi atau Pak Gazali,” sarannya.
Penertiban Lapas ini telah ia lakukan sesuai dengan pengalaman saat bertugas di beberapa tempat sebelum di Mataram. “Apa yang sudah saya lakukan ini seperti yang sudah saya lakukan di Jakarta di Palembang dan juga di Mataram,” tandasnya.
Terpisah, Kepala Kesatuan Pengamanan Lembaga Pemasyarakat (KPLP) Kelas II A Mataram Jumasi juga ikut membantah keterangan itu. Ia malah menduga balik, sosok yang memberi keterangan pada Lombok Post adalah pelaku yang selama ini melakukan tindakan melanggar aturan di dalam lapas.
“Ini jangan-jangan dia pelakunya dengan kemampuan luar biasa,” kata Jumasi curiga.
Ia mengatakan selama ini pihak kemananan sudah bekerja keras menegakan SOP di lingkungan Lapas. Menurutnya jika ada informasi yang menyebut ada napi yang bebas keluar masuk, apalagi dengan membawa minuman keras dan obat-obat terlarang tidak mungkin bisa sebebas itu. “Setiap napi jika keluar masuk kita geledah,” terang Jumasi.
Sejauh penggeledahan yang dilakukan, tidak pernah ada Napi yang tertangkap basah membawa barang-barang terlarang itu. Namun ia mengakui pernah suatu ketika ada pengunjung yang membawa makanan.
Setelah di buka kotak makanannya, ternyata di dalamnya ditemui sabu-sabu.“Dan saat itu teman-teman media juga tahu bukan?” Imbuhnya.
Senada dengan Kalapas, Jumasi juga menegaskan napi yang keluar masuk hanya mereka yang tercatat menjalani asimilasi. Baik untuk tujuan membuang sampah, cuci motor hingga izin keluar berobat.
“Mereka yang berobat dengan syarat benar-benar sudah tidak bisa ditangani oleh keilmuan dokter di dalam lapas,” jelasnya.
Jika ada pegawai Lapas yang berhasil menangkap tangan ada napi yang membawa obat-obatan terlarang reward yang didapat lebih besar. “(Pegawai yang berhasil menangkap) bisa menginap di hotel berbintang,” tandasnya. (lombokpost.net)