Jual beli Kamar di Rutan Jambe Tanggerang jadi Perhatian Ombudsman
BAPANAS- Kabar miring terkait kegiatan Negatif dalam lapas dan rutan kembali merebak, pasalnya Ombudsman baru saja menerima pengaduan dugaan jual beli kamar di rumah tahanan (rutan) Jambe, Tangerang, yang nilainya mencapai Rp 15 juta.
Atas laporan itu, anggota ombudsman Adrianus Meliala, yang akan bertindak untuk memimpin guna melakukan pemeriksaan.
Pasalnya, seorang tahanan dan keluarganya mengeluh sudah mengeluarkan biaya sekitar Rp 15 juta yang rinciannya, Rp 6 juta digunakan untuk memperoleh kamar atau sel selepas masa pengenalan lingkungan, dan sisanya untuk mengurus yang lain.
Temuan itu sendiri membuka cerita lama perkara Wahid Husen, bekas Kepala Lapas Sukamiskin, yang sebelumnya melakukan aksi jual beli kamar terhadap suami dari artis Inneke Koesherawati.
Bahkan, nama dirjen PAS, Sri Puguh Budi Utami kala itu juga ikut terseret didalamnya karena diketahui menerima sebuah tas branded import.
Meski praktek pungli sudah tercium, namun alasan klise terus dijadikan celah untuk menutupi kebobrokan yang terjadi.
Dimana lagi-lagi kelebihan penghuni kerap dijadikan kambing hitam atas segala masalah di dalam penjara. Seharusnya, Kementerian Hukum dan HAM mesti memprioritaskan juga penambahan sumber daya manusia sebagai penjaga tahanan.
Terlebih, selama ini ia selalu mengandalkan sentuhan gender, ia yang kerap menyebut dirjen perempuan pertama yang mengurusi pemasyarakatan.
Jika pengawasan lemah, siapa pun dirjennya, lelaki atau perempuan, tak akan membuahkan perbaikan
Pengamat kebijakan publik Trubys Rahadiansyah menilai, Dirjen PAS, Sri Puguh juga dinilai tidak mewakili pemerintah dalam memberantas peredaran narkoba di Indonesia.
Pasalnya, sejauh ini tidak senada gerakannya dengan Badan Narkotika Nasional (BNN), TNI, Polri dan Bea Cukai yang proaktif menanggulangi peredaran narkoba.
"Persoalannya itu pengawasan di lapas yang lemah. Karena selama ini Dirjen PAS itu lebih bersifat elitis, bukan orang yang punya kompetensi di situ," kata Trubus Rahadiansyah.
Trubus menilai temuan ponsel yang memudahkan napi narkoba memesan barang haram adalah bukti kelalaian Dirjen PAS.
Bahkan, ia menduga terjadi transaksi di Lapas sehingga napi narkoba bisa memiliki sel yang istimewa.
"Ini masalah yang umum, tapi Dirjen PAS seakan tutup mata. Oknum yang terlibat dipindahkan, jadi persoalan juga oknum-oknum sipir setor, terima suap. Itu jadi sumber masalah," tambahnya.
Oleh karena itu, dalam waktu dekat ini Trubus menyarankan pemerintah untuk mengganti Dirjen PAS yang saat ini gagal menepati janji untuk merevitalisasi lapas.
Kemudian, nama Dirjen PAS juga tersangkut kasus tas Hermes di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Selama ini posisi Dirjen PAS itu selalu penunjukan menteri. Kepentingan menteri itu banyakan rekomendasi orang-orang partai, bukan profesional. Jadi itu menurut saya efektif pemimpin yang menjiwai, menyelesaikan persoalan ini," katanya.
Sebelumnya, Dirjen PAS, Sri Puguh mengklaim sudah melakukan revitalisasi lapas Nusakambangan yang dilakukan selama delapan bulan belakangan ini.
"Sudah dilaksanakan baru di lapas Nusakambangan, karena revitalisasi membutuhkan sumber daya dukungan yang tidak sedikit," katanya, kala itu.
Menurut Sri Puguh, revitalisasi di lapas Nusakambangan, sudah dilakukan dengan proses pembinaan yang bertahap. Saat ini, pihaknya juga terus melakukan kajian karena butuh instrumen yang benar.
"Karena yang kita tangani adalah manusia yang konsepsinya mereka harus lebih baik dan berubah, lebih produktif," ujarnya.
Pada 21 Juli 2018 lalu, Sri Puguh menyatakan siap mundur dari jabatannya jika gagal melaksanakan revitalisasi lapas dan rutan.
"Kita lihat nanti revitalisasi, kalau tidak berhasil saya mundur," katanya kala itu.
Namun hingga pertengahan tahun 2019, permasalahan terus muncul dari dalam lapas.
Mulai dari jual beli kamar, pengendalian narkoba, maraknya peredaran narkoba dan