Kisah Mantan Warga Binaan Lapas Pekanbaru yang Sukses Usaha Ayam Potong
BAPANAS- Kala itu waktu masih menunjukkan pukul dua dinihari. Sebahagian besar penduduk dunia bagian timur masih terlelap dalam mimpi. Tapi tidak dengan dia, baginya waktu untuk mencari nafkah. Berangkat ke Sorek, menjemput rezeki. Status mantan narapidana tidak membuatnya putus asa, malah menjadi motivasi diri untuk bangkit. Berjanji dalam hati, tidak akan terjerumus kembali ke jurang nista penuh dosa.
Namanya Amri Sitorus. Pemuda dari Pasar Merah Kota Medan ini, mulanya mencoba peruntungan di Kota Bertuah, Pekanbaru. Namun bukan kesuksesan yang didapat, malah terjerumus ke dalam penjara. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Awalnya dia berbisnis warung kecil-kecilan dengan dibantu sang istri. Sempat pula dia menambah cabang warungnya di dekat sekolah daerah Panam.
Namun, akibat salah pergaulan dan rendahnya iman, dia mulai tergoda barang haram. Amri mulai pakai narkoba. Sepandai-pandainya Tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Amri Sitorus ditangkap Ditnarkoba Polda Riau dan diputus Pengadilan Negeri Pekanbaru selama 5 tahun 1 bulan penjara atas kepemilikan narkoba. Saat itu semua usaha yang dirintis hancur berantakan, satu persatu aset dijual untuk kebutuhan hidup anak istri.
Di dalam penjara, Amri merenungkan nasibnya. Bermuhasabah diri. Dia mulai rajin ke Masjid At-Taubah. Sesuai namanya, masjid di dalam Lapas Pekanbaru ini memang diharapkan melahirkan manusia-manusia yang bertaubat. Kehidupannya di dalam lapas pun dimulai. Amri mulai mengenal satu persatu petugas lapas. Kalau jodoh memang tak kemana, Amri bertemu petugas lapas yang kebetulan satu daerah dengannya, Pasar Merah.
Merasa senasib diperantauan, petugas lapas tadi menawarkan Amri untuk berjualan lauk-pauk kantin koperasi lapas. Sadar dirinya punya bakat bisnis, Amri pun menerima tawaran tersebut. Tapi tak semudah yang dibayangkan, awalnya sangat terasa sulit. Perasaan malu menghinggapi karena mesti keliling dari kamar ke kamar. Sebagian besar dagangannya dibayar dengan sistem hutang. Amri harus menutupi hasil penjualan dengan uangnya sendiri, disetor ke koperasi.
"Susah pak, awak (saya) tagih hutang, eh yang punya hutang lebih galak. Nggak dihutangi, jualan gak laku," ucapnya saat menceritakan kisah hidupnya di penjara. Hampir dia menyerah, namun petugas lapas yang sekampungnya tadi datang menasehati.
“Sabar dan Ikhlas bang”, ucap Amri menirukan kata-kata petugas lapas. Istrinya pun ikut mendukung kegiatan Amri sehari-hari, biar nggak suntuk dan bengong-bengong sendiri, katanya. Semakin hari jualan Amri semakin meningkat. Amri pun mulai dikenal dengan sebutan 'Bang Torus Koperasi'.
Perhari dia bisa menjual 120-an bungkus, perbungkus dia mendapat untung 1000 rupiah. Jualan tiada henti, 30 hari dalam sebulan. Biasanya, napi yang berhutang akan melebihkan pembayaran. Belum lagi fee dua persen dari hasil jualan, sebagai upahnya menjadi anggota kantin koperasi. 70 persen keuntungan dicatatnya dengan rapi dan dimasukkan ke dalam rekening tabungannya di Koperasi Lapas Pekanbaru, sisanya dia sisihkan untuk nafkah anak istri yang tiga kali sehari mengunjunginya.
Setiap malam Amri berdoa, bermunajat kepada yang maha kuasa agar tabungannya dapat bermanfaat sebagai modal kerjanya, untuk menatap masa depan yang lebih baik. Walau sibuk berjualan, dia tak lupa sholat lima waktu. Sehari sebelum bebas, dia mencairkan tabungannya. 68 juta rupiah!
Hari yang dinanti pun tiba. "Amri Sitorus!," panggil petugas registrasi lapas dan lalu menyerahkan surat bebas. 'Bang Torus Koperasi' ini pun menangis ketika untuk pertama kalinya dia melihat warna aspal jalan raya, pemandangan yang sudah hilang semenjak tiga tahun lalu. Amri Sitorus bebas bersyarat, satu setengah tahun lebih cepat dari hukumannya karena berkelakuan baik selama di dalam lapas. Dia dijemput anak istrinya dan juga abang kandungnya, yang dahulu sesekali juga menjenguknya di lapas.
"Dukungan keluarga menjadi salah satu faktor penting terhadap keberhasilan pembinaan di lapas ini," nasehat Yulius Sahruzah, Kepala Lapas Pekanbaru setiap menghantar warga binaannya bebas.
Disinilah kehidupan barunya dimulai. Bingung mau usaha apa, dia langsung teringat program pembinaan dan bimbingan kerja di lapas yang memfasilitasi warga binaannya dalam budidaya ayam potong. Untuk langkah awal dia mencoba jual beli dulu, karena cuma menguasai ilmu dagang. Bermodal bimbingan dan informasi dari petugas lapas, Amri memulai bisnis ayam potong. Usaha Ayam Potong Rizky, nama tempat usahanya diambil dari nama anak pertamanya dan berharap mendatangkan rezeki.
Awalnya dia bekerja sendiri, sang istri fokus mengurusi anak dan rumah. Ayam potong dia ambil dari peternak di Simalinyang, 1 jam jaraknya dari Pekanbaru. , lalu dia jual di kiosnya. Dengan tekun dan sabar serta terus berdoa, akhirnya usahanya mengalami kemajuan. Kiosnya ayam potongnya bertambah dan sejumlah rumah makan Padang, penjual soto, bakso, pecel lele, di sekitaran Panam Pekanbaru menjadi langganannya. Kantin lapas tempat dia bekerja dulu pun sekarang memesan ayam potong darinya.
Dia tak lagi sanggup bekerja sendiri, saat ini karyawannya ada 6 orang. Bermodal pick-up nya, Amri mulai bergerilya ke Bangkinang, Sorek, dan Kerinci untuk memenuhi permintaan ayam potong pelanggan. "Hari ini modal saya 20.500 per-kilonya pak, saya jual di kios 25.000. Untuk langganan tetap dan rumah makan, saya diskon Rp.1000 per kilo," cerita Amri pagi ini (22/11). Sehari dia bisa menjual 450 sampai 500 kilogram ayam potong, dengan omzet penjualan hampir 11 juta.
Amri Sitorus, salah satu mantan warga binaan yang telah sukses di kehidupan masyarakat melalui program bimbingan kerja Lapas Pekanbaru. Kepada teman-temannya yang masih menghuni lapas, dia berpesan agar bersungguh-sungguh dalam bertaubat dan mengikuti seluruh program pembinaan di lapas. "Bertaubat, Bersabar, dan Berdoa. Itu kuncinya," ucap lelaki berdarah Batak ini. “Terima kasih atas bimbingan Bapak Kalapas dan seluruh petugas Lapas Pekanbaru yang telah membantu saya,” ujar Amri Sitorus menutup ceritanya karena akan melanjutkan kembali menjual ayam potong.(Red/HumasLPD)