MEDAN, (BPN)– Penghargaan yang berikan oleh Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkum HAM) RI, Yasonna Laoly kepada Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkum HAM Sumut dalam memperingati Hari Bakti Pemasyarakatan ke-53, dipersoalkan.
Pasalnya, Kanwil Kemenkum HAM Sumut tidak melakukan pengembangan atas pengungkapan narkotika di Lapas maupun Rutan. “Kalau hanya dapat aja (narkoba), tidak ada pengembangan maka gak ada gunanya (penghargaan) itu.
Bukan hebat itu dapat penghargaan, karena masih banyak peredaran narkoba disitu (Lapas maupun Rutan di Sumut), kata Direktur Pusat Study Hukum Pembaharuan dan Peradilan (Pushpa) Sumut, Muslim Muis saat dimintai tanggapannya, Kamis (27/4) sore.
Padahal, lanjut Muslim, untuk menekan angka peredaran narkotika di Lapas maupun Rutan, dirinya pernah mengajukan langkah-langkah. Langkah dimaksud yakni seluruh kamera CCTV yang berada di dalam Lapas dan Rutan se-Sumut harus online.
“Dari dulu sudah kita minta bagaimana isi Lapas dan Rutan itu tidak terjadi peredaran narkoba. Permintaan kita adalah semua CCTV yang berada di dalam Lapas dan Rutan itu online. Bisa dilihat di kantor polisi, kantor wartawan dan tempat lain. Makanya di online kan CCTV-nya itu biar tidak ada lagi peredaran narkotika,” jelas Wakil Direktur (Wadir) Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Medan itu.
Belum dibuatkan kamera CCTV online itu, maka Muslim menilai tidak seharusnya Kanwil Kemenkum HAM Sumut menerima penghargaan tersebut. “Makanya kita minta supaya penghargaan itu dicabut kembali,” tegas Muslim.
Penghargaan yang diberikan ini atas kinerja Lapas Klas I Tanjung Gusta Medan dan Lapas Klas II Binjai. “Ini adalah suatu keberhasilan hasil kerja keras teman-teman di jajaran pemasyarakatan.
Salah satu lapas di Sumut yakni Lapas Klas II Binjai menerima penghargaan dari Menkum HAM atas kerja kerasnya untuk mencegah penyelundupan narkoba,” ujar Kepala (Ka) Kanwil Kemenkum HAM Sumut, Ibnu Chuldun.
Dikatakan Ibnu, Kanwil Kemenkum HAM Sumut kini telah menyediakan kepada wargabinaan Lapas Dewasa dan Lapas Wanita namanya warung telepon (wartel) videocall. Perangkat ini merupakan buah kerja sama Dirjen Pemasyarakatan Pusat dengan Direktur Palapa.
“Keunggulannya adalah wargabinaan itu bertatap muka langsung dengan keluarga, suami dan anaknya. Setidaknya begini, kerinduan wargabinaan kepada keluarga itu tidak harus dengan berkunjung, tapi bisa menggunakan videocall. Karena kondisi yang over kapasitas, tidak bisa kita layani semua wargabinaan,” katanya.
Diharapkan dengan adanya wartel videocall ini pengunjung yang jauh dari kota, dengan biaya yang tinggi datang berkunjung, cukup datang ke wartel setempat dan sudah bisa melepas kerinduan. Dan tentu saja dari segi keamanan, akan memudahkan petugas karena pengunjung tidak secara langsung.
“Ini adalah salah satu cara bagaimana mengendalikan tingginya pelanggaran yang terjadi di Lapas selama ini. Perangkat dan sistem itu gratis dari Palapa, jadi warga binaan tidak dikenakan biaya. Tetapi ketika menggunakannya, barulah dikenakan biaya, sama saja dengan menggunakan biaya. Tapi kalau makai wartel biasa, itu gratis tapi tidak bisa bertatap muka,” jelas Ibnu Chuldun. (metro24jam)
loading...
Post a Comment