BAPABAS/JAKARTA- Terkaitemisi koruptor yang diberikan Ditjen Pemasyarakatan ditentang pegiat antikorupsi dan KPK. Dirjen Pemasyarakat Wajan Dusak merasa penolakan adalah hal yang biasa. Toh pada akhirnya semua akan diserahkan kepada keputusan presiden.
"Itu kan masalah pro kontra, itu sah-sah saja dalam demokrasi, kan ada yang suka ada yang tidak. Hanya nanti kan bagaimana terserah presiden untuk melakukan membenarkan itu. Kan kita punya aturannya," jelas Dusak di Kemenkum, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Pada 17 Agustus lalu, napi koruptor juga mendapat remisi antara lain Gayus Tambunan dan Nazaruddin. Remisi ini banyak ditentang. Kemenkum sendiri sudah mencabut PP soal remisi koruptor yang tidak memberikan remisi bagi koruptor kecuali mau bekerjasama sebagai justice collaborator.
"Remisi ya Dirjen, Menkumham. Remisi Kewenagan kita," sambung Dusak.
Dusak kemudian membeberkan soal remisi. Menurut dia, hal itu merupakan hak dari seorang narapidana.
"Kan putusan itu ada di pegadilan, begitu dia dipenjara itu kan menjalani pemidanaannya berdasarkan keputusan, 10 tahun misalnya, kan harus dipahami secara esensi pemidanaan juga.
Kan menghilangkan kemerdekaan. Selama dia kehilangan kemerdekaan, jadi pemidanaan itu menghilang kan pemidanaan bukan penyiksaan. Dihilangkan kemerdekaannya ini berapa tahun. Bahkan hidupnya dihilangkan itu hukuman mati. Jadi dibatasi kemerdekaan itu sebetulnya," tutup dia.(Detikcom)
"Itu kan masalah pro kontra, itu sah-sah saja dalam demokrasi, kan ada yang suka ada yang tidak. Hanya nanti kan bagaimana terserah presiden untuk melakukan membenarkan itu. Kan kita punya aturannya," jelas Dusak di Kemenkum, Jakarta, Senin (29/8/2016).
Pada 17 Agustus lalu, napi koruptor juga mendapat remisi antara lain Gayus Tambunan dan Nazaruddin. Remisi ini banyak ditentang. Kemenkum sendiri sudah mencabut PP soal remisi koruptor yang tidak memberikan remisi bagi koruptor kecuali mau bekerjasama sebagai justice collaborator.
![]() |
Dirjen PAS I Wayan K Dusak |
Dusak kemudian membeberkan soal remisi. Menurut dia, hal itu merupakan hak dari seorang narapidana.
"Kan putusan itu ada di pegadilan, begitu dia dipenjara itu kan menjalani pemidanaannya berdasarkan keputusan, 10 tahun misalnya, kan harus dipahami secara esensi pemidanaan juga.
Kan menghilangkan kemerdekaan. Selama dia kehilangan kemerdekaan, jadi pemidanaan itu menghilang kan pemidanaan bukan penyiksaan. Dihilangkan kemerdekaannya ini berapa tahun. Bahkan hidupnya dihilangkan itu hukuman mati. Jadi dibatasi kemerdekaan itu sebetulnya," tutup dia.(Detikcom)
loading...
Post a Comment