JAKARTA, - Anggota Komisi III DPR RI, Muhammad Nasir Djamil mengapresiasi tindakan cepat Kementerian Hukum dan HAM menonaktifkan Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Nusakambangan Kamis kemarin (2/5/2019).
"Penonaktifan Kalapas adalah langkah tepat sebagai bagian dari pertanggungjawaban Kalapas atas tindakan anak buahnya dan untuk menjalani proses pemeriksaan yang sedang dilakukan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,” ungkap Nasir dalam keterangan pers di Jakarta, Jumat (3/5/2019).
Namun demikian , Nasir menilai tindakan penonaktifan dan upaya pembinaan terhadap Kalapas dan sipir yang diduga melakukan kekerasan terhadap Narapidana itu dirasa tidak cukup.
“Tindakan kekerasan dengan menyeret Narapidana dalam kondisi terborgol dan mengakibatkan luka adalah bentuk penyiksaan dan penganiayaan, seharusnya pelaku harus bertanggung jawab secara pidana,” ungkap Anggota Pansus RUU KUHP ini.
Lebih lanjut, tokoh muda Aceh ini, mengatakan bahwa Indonesia sendiri telah meratifikasi konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau hukuman lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia melalui Undang-Undang Nomor 5 tahun 1998 pada 28 September 1998 lalu.
"Meski Indonesia belum melakukan implementasi melalui Undang-Undang, namun dengan meratifikasi dan bahkan melakukan deklarasi terhadap ketentuan Pasal 20 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) serta melakukan reservasi terhadap ketentuan Pasal 30 ayat (1) konvensi ini, maka seharusnya Pemerintah telah menunjukan i’tikad baik dan komitmennya untuk tidak kembali melakukan upaya-upaya penyiksaan dalam proses penegakan hukum,” tegasnya.
Diakui mantan wartawan ini perlakuan kekerasan dan tidak manusiawi yang terjadi di Nusakambangan pada 28 Maret lalu ini adalah tindakan sebagian yang baru terungkap di publik.
Kata dia, sudah banyak pengaduan yang masuk ke komisi III dan kedirinya secara langsung perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang terjadi di Lapas.
“Salah satunya apa yang terjadi di rumah tahanan high risk Gunung Sindur yang diduga dialami sejumlah tahanan tindak pidana terorisme, yang mengalami kelumpuhan bahkan ada juga yang meninggal,” tegasnya.
Untuk itu, kedepan kata dia, harus ada evaluasi menyeluruh terhadap standar prosedur sistem pembinaan di Lapas terutama bagi Lapas-Lapas khusus maupun high risk.(Red/REQnews)
loading...
Post a Comment