Menurut hemat saya mustinya Bapak Menkumham tidak setuju dengan substansi materi yang menyatakan bahwa mantan napi tipikor dilarang menyalonkan diri sebagai Caleg.
Mengapa? Karena sikap itu di satu sisi menabrak UUD atau undang-undang diatasnya, sedangkan di sisi lain, Peraturan KPU itu menafiqan hasil pembinaan Lapas.
Sebab tanpa dasar (dan hanya berdasarkan prasangka) sudah mengasumsikan bahwa mantan napi tipikor tersebur pasti tidak benar alias jahat atau akan melakukan tindakan pidana korupsi lagi.
Nah, kalau KPU saja sebagai alat negara sudah tidak percaya dengan kinerja alat negara yang lain (Kemenkumham cq Lapas), lalu bagaimana hal itu jika ditiru masyarakat awam?
Kondisi ini kalau kita setujui, pada hakekatnya, kita sedang mempreteli modal sosial yang diperlukan oleh Sistem Pemasyarakatan
Quo Vadis Pemasyarakatan? Akankah pelaksanaan pidana di Indonesia akan kembali kepada Sistem Kepenjaraan?
Fenomena KPU membuat pasal itu (yang melarang mantan napi tipikor NYALEG) adalah fenomena ketidak mengertian (gagal faham) tentang kedudukan KPU sebagai Badan Legislatif.
Sedang larangan tersebut adalah domainnya Badan Yudikatif berupa wewenang menjatuhkan pidana yang diatur dlm pasal 10 KUHP (pidana tambahan) seperti yang telah dijatuhkan Hakim kepada Anas Urbaningrum.Wallohu'alam (Red/Rls)
loading...
OKTOBER TRIPLE PROMO ++++
YANG GAME DARI KAMI YANG TERLENGKAP DARI IDNPLAY
MULAI DARI |POKER | CEME | DOMINO99 | OMAHA | SUPER10 |
MASIH DAPAT BONUS SETIAP HARINYA
MULAI DARI BONUS HARIAN + BONUS MINGGUAN + BONUS PROMO TIAP BULANNYA
SIAP MELAYANI SEMUA BANK DI INDONESIA
BANK NASIONAL + BANK DAEERAH |
BBM : D8C0B757
WhastApp : 0812-9608-9061
Lnk : POKERAYAM(.ORG)