BANDUNG<(BPN) - Eks Kepala Bidang Keamanan dan Ketertiban Umum Lapas Sukamiskin Slamet Widodo mengetahui soal kamar untuk hubungan suami istri yang disewakan.
"Disewakan oleh napi. Uangnya masuk kas. Saya enggak tahu apakah Pak Wahid Husen tahu soal itu, tapi yang saya tahu itu tidak boleh," ujar Slamet Widodo di persidangan sebagai saksi untuk terdakwa Wahid Husen, di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Bandung, Rabu (9/1).
Kemudian, ia juga mengakui menjalankan bisnis renovasi kamar tahanan dengan biaya ratusan juta.
"Iya ada, saya tahu itu juga tidak boleh. Alasannya karena kamarnya harus diperbaiki sehingga saat masuk harus bayar dengan biaya mulai dari Rp 100 juta hingga Rp 400 juta," ujar dia.
Kamar tahanan Lapas Sukamiskin sendiri berkisar kurang dari 4 meter persegi. Hakim Daryanto menanyakan kenapa ruangan kecil butuh biaya besar.
"Kalau material yang diinginkan napinya berkualitas, lebih mahal," ujarnya. Ia mengakui itu tidak diperbolehkan, tapi ia mendapat keuntungan dari setiap renovasi kamar.
"Saya terima sampai empat kali, nilainya saya lupa. Uangnya saya simpan di kas. Kas itu untuk keperluan operasional lapas seperti jika ada kunjungan hingga perayaan hari besar. Dan penggunaan uangnya harus seizin kepala lapas," ujar Slamet Widodo.
Wahid Husen mengetahui soal uang kas yang terkumpul termasuk sumber uang tersebut. "Tapi saya tidak tahu soal alokasi dan peruntukannya untuk apa," ujar Wahid Husen.
"Kalau soal bilik asmara (kamar hubungan suami istri) saya tahu, uang kas dan rinciannya saya tidak tahu," ujar Wahid Husen.(Red/Tribun)
loading...
Post a Comment