![]() |
Wakil Ketua KPK Laode M Syarif |
JAKARTA,(BPN) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode M Syarif menyayangkan revisi Undang-Undang Pemasyarakatan yang mempermudah pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus korupsi. Laode mengatakan, kemudahan napi kasus korupsi untuk bebas bersyarat seolah-olah menjadikan kasus korupsi tak lagi menjadi kejahatan luar biasa.
"Saya pikir itu menyayangkan, karena apa, selama ini kan kalau kita menganggap korupsi itu adalah serious crime bahkan ada (extra) ordinary crime tetapi perlakuan pada koruptor juga sama dengan pencuri sandal biasanya, seharusnya enggak cocok," kata Laode di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (19/9/2019).
Lebih lanjut, Laode menduga ada upaya sistematis dalam melemahkan pemberantasan korupsi. Menurut Laode, hal itu terlihat dari revisi UU KPK dan KUHP yang tengah dikebut akhir-akhir ini.
Namun, Laode mengaku hanya bisa pasrah karena KPK sebagai aparat penegah hukum tak memiliki wewenang dalam membuat produk hukum dan hanya wajib menjalankan ketentuan yang ada.
"Tetapi saya kurang tahu apakah masyarakat menghendaki hal yang sama atau tidak. Masyarakat bisa menanggapi ke pemerintah, presiden dan DPR," ujar Laode. Diberitakan sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat segera mengesahkan revisi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan (UU Pemasyarakatan).
Salah satu poin yang disepakati yakni terkait pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, termasuk kasus korupsi.
Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik mengatakan, rancangan UU Pemasyarakatan yang akan disahkan dalam waktu dekat itu, meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan demikian aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.
PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi. Pasal 43A mengatur syarat bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau dikenal istilah justice collaborator.
Kemudian, Pasal 43B Ayat (3) mensyaratkan adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan pembebasan bersyarat. Namun, aturan soal justice collaborator dan rekomendasi KPK tidak tercantum dalam PP Nomor 32 Tahun 1999.(Red/Kompas)
loading...
Post a Comment