![]() |
Dindin Sudirman |
Dikaitkan dengan hal diatas, maka sudah tepat kalau Menkumham, menolak untuk menyetujui Peraturan KPU yang melarang mantan narapidana koruptor untuk mencalonkan diri sabagai peserta Pemilu/Pilkada.
UUD Pasal 28 D (3) menyatakan bahwa setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
Konstitusi menjamin setiap warga negara (tidak terkecuali mantan narapidana) memiliki hak yang dijamin konstitusi untuk memilih atau dipilih.
Di dalam KUHP yang merupakan warisan penjajah, hak untuk dipilih bisa dicabut atas Putusan Hakim berdasarkan pidana tambahan yang diatur dalam pasal 10 KUHP. Itupun lamanya ditentukan misalnya berlaku selama 5 tahun sehabis narapidana tersebut menjalani pidananya.
Jadi pidana tambahan ini tidak selamanya berlaku (Ada batasnya).
Dari Uraian diatas, kalau menurut aturan hukum dalam sebuah negara hukum Indonesia maka keputusan Menkumham itu sudah tepat, berdasarkan hal-hal sebagai berikut :
1. Hak dipilih adalah hak yang dijamin konstitusi, dengan demikian pencabutannya hanya bisa dilakukan melalui Putusan Badan Yudikatif dalam suatu persidangan yang terbuka.
2. KPU adalah Badan Eksekutive yang menurut asas Trias Politica yang dalam bekerjanya diatur oleh hukum administrasi negara. Dimana wewenang untuk menghukum terbatas kepada pelanggaran dalam wilayah kewenangannya (misalnya menjatuhkan hukuman terhadap orang yang melanggar Peraturan Pemilu). Jadi mencantumkan syarat untuk peserta Pemilu (yang melarang mantan napi koruptor) adalah tindakan yang melampaui kewenangannya.
3. Jika ditinjau dari UU 12/2011 tetang Peraturan Perundang-undangan, maka Rancangan Peraturan KPU tersebut, telah nyata-nyata bertentangan dengan UU diatasnya (UU Pemilu).
4. Pencabutan hak warga negara yang dijamin oleh konstitusi, tanpa prosedur hukum yang verlaku adalah merupakan praktek penyalahgunaan kekusaan negara (abuse of power) yang berdampak kepada perbuatan pelanggaran HAM.
5. Praktek ini kalau dibiarkan termasuk dalam perbuatan "Tirani itikad baik", yang bertentangan dengan nilai-nilai agama (QS Al Maidah : 8 yang terjemahannya sebagai berikut :Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.) Wallohu'alam.(Red/Rls)
5. Praktek ini kalau dibiarkan termasuk dalam perbuatan "Tirani itikad baik", yang bertentangan dengan nilai-nilai agama (QS Al Maidah : 8 yang terjemahannya sebagai berikut :Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.) Wallohu'alam.(Red/Rls)
loading...
Post a Comment