![]() |
Ilustrasi |
TARAKAN,(BPN)- Kondisi ‘Hotel Prodeo’ terbesar di Kalimantan Utara (Kaltara) sudah sangat crowded (padat), sehingga reklamasi lapas dinilai sudah sangat diperlukan.
Akhir-akhir ini Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Tarakan kembali heboh. Belum genap seminggu penikaman terhadap Rustam, beredar kabar jika salah seorang warga binaan bernama Sampe, meninggal akibat melerai perkelahian, kemarin.
Salah seorang warga Selumit Pantai yang merupakan tetangga dekat rumah Sampe, mengatakan jika meninggalnya Sampe akibat melerai teman sesama warga binaan yang sedang berkelahi di Lapas.
“Saya dengar kalau dia (Sampe) meninggal karena melerai temannya kelahi (dalam lapas, Red). Saya juga tidak tahu pasti kapan itu terjadi, saat melayat saja tetangga bilangnya meninggal karena melerai,” tutur warga yang enggan disebutkan namanya.
Kabar itu buru-buru ditepis Kasi Pembinaan Anak Didik (Kasibinadik) Lapas Tarakan, Wahyu. Kepada wartawan, Didik menegaskan meninggalnya Sampe (39), salah seorang warga binaan Lapas Tarakan itu murni karena sakit.
Tidak benar jika meninggalnya almarhum akibat melerai dua orang sesama warga binaan yang beradu jotos. “Tidak ada unsur penganiayaan atas meninggalnya almarhum, dia murni meninggal karena sakit,” tegas Wahyu, Sabtu (27/5).
Almarhum Sampe sudah mengeluhkan sakit sejak Kamis (25/5). Saat itu petugas lapas langsung membawanya ke RSUD Tarakan untuk mendapatkan penanganan.
“Beliau mengeluhkan sakit di kepala dan di pinggang, sempat mendapatkan penanganan di Lapas. Namun, untuk memastikan lagi akhirnya dia dibawa ke RSUD Tarakan,” beber Wahyu.
Usai mendapatkan penanganan dokter, almarhum diizinkan pulang kembali ke Lapas karena merasa sudah sehat. Tapi pada hari Jumat (26/5) Sampe kembali mengeluhkan hal serupa. “Kami langsung membawanya ke RSUD Tarakan lagi, tak disangka pada Sabtu dinihari beliau akhirnya meninggal dunia di RSUD Tarakan,” ungkapnya.
Dijelaskannya, Sampe merupakan warga binaan dengan kasus narkoba yang dihukum selama 12 tahun atas perbuatannya. Saat ini dia baru menjalani masa hukuman 2 tahun.
“Kami sudah memberikan santunan kepada keluarga almarhum sebagai ungkapan bela sungkawa Lapas Kelas II A Tarakan,” tutur Wahyu.
Diakuinya, meski tenaga medis yang ada di Lapas Tarakan sangat minim, pihaknya sudah melakukan prosedur penanganan kesehatan warga binaan sesuai dengan aturan yang ada dan itu sudah dilakukan semaksimal mungkin.
“Kita mempunyai dua orang tenaga medis yakni perawat dan dokter gigi, seharusnya dokter umum, tapi kami diberikan dokter gigi, sehingga bila ada warga binaan yang mengeluh sakit di bagian tubuhnya kami langsung membawa ke RSUD Tarakan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan,” ungkap Wahyu.
Untuk mengantisipasi hal seperi ini, pihak Lapas Tarakan telah mengusulkan beberapa kali tenaga medis ke pusat. Namun, hingga saat ini belum juga terealisasi.
“Tidak hanya tenaga medis saja, tapi Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di lapas ini sangat kurang. Bayangkan saat ini hanya ada 49 petugas yang harus mengawal warga binaan yang jumlahnya hampir mencapai 1.000 orang. Sudah aman saja kami bersyukur,” keluh Wahyu.
Dia berharap dengan adanya wacana pembukaan penerimaan CPNS yang mencapai 16 ribu di Kementerian Hukum dan HAM nanti, dapat memberikan penambahan SDM di lapas-lapas yang ada di Indonesia. “Semoga ada penambahan SDM di lapas ke depannya,” harapnya.
Terpisah, Suwangga yang me
rupakan paman dari almarhum Sampe saat ditemui di rumah duka yang berada di RT 03 Kelurahan Selumit Pantai, mengungkapkan pihak keluarga mengaku ikhlas atas kepergian almarhum. “Namanya takdir kita tidak bisa lawan,” ungkap Suwangga.
Diceritakannya, pihak keluarga mendapatkan kabar bahwa almarhum masuk RSUD Tarakan pada Kamis sekitar pukul 21.00 Wita. “Sempat dirawat, setelah dinyatakan sehat, dia kembali lagi ke lapas,” ungkapnya. Namun, setelah itu almarhum kembali mengeluhkan sakit pada Jumat pagi sekitar pukul 07.00 Wita dan dibawa ke RSUD Tarakan lagi untuk mendapatkan perawatan. “Pada hari Jumat saya lihat kondisinya sudah kejang-kejang,” tambahnya.
Almarhum menghembuskan napas terakhirnya pada Sabtu (27/5) sekitar pukul 05.00 Wita di RSUD Tarakan. “Beberapa waktu lalu saat saya kunjungi di lapas, almarhum sempat mengeluhkan sakit di bagan pingggangnya,” ungkap Suwangga. Saat ditanyakan terkait dugaan penganiayaan yang dialami oleh almarhum, Suwangga mengungkapkan tidak mengetahui hal tersebut secara pasti apakah benar atau tidak.
“Pihak lapas lah yang lebih tahu mengenai hal itu. Yang jelas sebelum meninggal dunia kami tidak melihat ada bekas-bekas penganiayaan di tubuh almarhum, namanya takdir kita tidak tahu,” pungkasnya. (fajar)
loading...
Post a Comment