JAKARTA,(BPN) - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan jumlah penghuni lapas mencapai 214 ribu narapidana (napi) pada Maret 2017. Menkumham Yasonna Laoly mengusulkan adanya hukuman alternatif bagi napi untuk mengurangi overcapacity lapas.
"Jadi kan sekarang dibahas dalam RUU KUHPidana. Coba lihat datanya, dalam 2 bulan tambah 10 ribu lebih, bagaimana menanganinya? Kalau terus-terusan memasukkan orang, harus ada perubahan paradigma. RUU KUHP kan menunggu alternatif, bisa kerja sosial, bisa hukuman tuntutan," ujar Yasonna di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/4/2017).
Langkah lain untuk mengurangi overcapacity lapas adalah dengan remisi bagi para napi. Yasonna mengungkapkan sekitar 50 persen penghuni lapas adalah pelaku kejahatan narkoba.
"Kita juga harus mengubah paradigma bahwa remisi itu adalah hak, okelah kita sepakat ada extraordinary crime yang harus dirumuskan. Memang, kalau narkoba ini yang menjadi bagian terbesar dari penghuni lapas, hampir 50 persen," ujar Yasonna.
![]() |
Menkumham Yasona H Laoly saat mengikuti rapat dengan komisi III DPR RI,Senin (10/4/2017) |
"Beberapa negara lain pakai pengampunan, amnesti yang sudah menjalani beberapa tahun. Ini misalnya, ke depan masih seperti ini harus kita cari jalan yang lebih baik. Mudah-mudahan RKUHP akan selesai dalam 2 masa sidang paling lambat," ujar Yasonna.
Akibat overcapacity lapas, Kemenkumham harus menanggung sekitar Rp 200 miliar hanya untuk anggaran konsumsi napi. Karena itu, Yasonna mengatakan masih mengkaji soal usulan lapas atau rutan yang dikelola swasta.
"Itu sudah pernah dibicarakan ke dirjen di Kemenkeu. Ada juga bangunan itu dibangun swasta, tapi kalau penjara swasta harus UU. Ini masih harus kita kaji mendalam. Kalau swasta, negara harus bayar dengan mereka. Kita harus belajar beberapa negara, Australia ada penjara swasta. Nanti kalau dibantahkan, cincai nanti," tutur Yasonna.(detik.com)
loading...
Post a Comment