BAPANAS - Ketua Komisi III DPR RI, Bambang Soesatyo, menilai pembakaran Lembaga Pemasyarakatan (LP) Bengkulu semakin menguatkan asumsi bahwa LP menjadi salah satu titik lemah dalam upaya bersama memerangi penetrasi sindikat narkoba di negara ini.
"Dari luar, tampak sangat jelas bahwa titik lemah itu ada pada Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM. Mestinya, tidak ada lagi toleransi bagi oknum sipir LP yang berperilaku menyimpang," kata Bambang di Jakarta, Minggu (27/03/2016).
Menurut Bambang, sindikat narkoba sudah menyusup ke banyak ruang publik hingga ke pemukiman masyarakat. Kekuatan penetrasi sindikat narkoba itu sudah berhasil membangun kecemasan permanen pada semua keluarga Indonesia. Puluhan juta orang tua setiap hari diselimuti rasa khawatir putra-putri mereka terperangkap menjadi pengguna.
Masyarakat, kata dia, harus berhadapan dengan fakta keseharian tentang maraknya transaksi narkoba, dari tempat hiburan hingga gang-gang sempit di pemukiman masyarakat.
"Ternyata, LP bagi terpidana narkoba pun gagal fungsi. LP narkoba, kendati dijaga sangat ketat, masih saja gagal menjadi instrumen yang berfungsi mereduksi perdagangan dan peredaran narkoba. Sebaliknya, banyak sel LP justru berubah fungsi menjadi ‘kantor’ bagi sejumlah terpidana kasus narkoba untuk mengelola dan mengendalikan bisnis barang haram itu," ujarnya.
Gejala gagalnya fungsi LP narkoba, kata dia, sudah terlihat sejak lama. Namun, pemerintah belum bersungguh-sungguh memperbaiki efektivitas LP narkoba.
"Ada kesan bahwa mewujudkan efektivitas LP narkoba menjadi pekerjaan sangat berat karena Kementerian Hukum dan HAM harus terlebih dahulu melaksanakan pembersihan internal," sebutnya.
Beragam kasus narkoba yang terungkap di sejumlah LP, menurut Bambang, mengindikasikan bahwa banyak oknum di Kementerian Hukum dan HAM sudah menjadi bagian dari sel-sel sindikat narkoba, khususnya para oknum yang ikut mengelola manajemen LP. Fakta tentang kecenderungan ini sudah lebih dari cukup.
"Karena itu, Kementerian Hukum dan HAM perlu menjalin kerja sama khusus dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melaksanakan program pembersihan internal itu. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly harus mengakui bahwa inisiatif kementeriannya melakukan pembersihan internal tidak menghasilkan apa-apa. Pembakaran LP Bengkulu pada Jumat, 25 Maret 2016 itu, setidaknya menjadi bukti terbaru tentang kegagalan Kemenkum HAM," ungkap dia.
Ia berhrap Presiden Joko Widodo mau meminta jaminan dari Menteri Hukum dan HAM tentang program pembersihan internal guna mengeliminasi sel-sel sindikat narkoba dari kementerian itu. Oleh karena aksi pembersihan internal itu tidak membuahkan hasil maksimal.
"Menteri Hukum dan HAM pun hendaknya mau memberi akses kepada BNN dan Kepolisian untuk mendeteksi oknum-oknum pada kementerian hukum dan HAM, khususnya di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kemenkum dan HAM," pungkas Bambang.(RIMA)
"Dari luar, tampak sangat jelas bahwa titik lemah itu ada pada Ditjen Pemasyarakatan Kemenkum HAM. Mestinya, tidak ada lagi toleransi bagi oknum sipir LP yang berperilaku menyimpang," kata Bambang di Jakarta, Minggu (27/03/2016).
Menurut Bambang, sindikat narkoba sudah menyusup ke banyak ruang publik hingga ke pemukiman masyarakat. Kekuatan penetrasi sindikat narkoba itu sudah berhasil membangun kecemasan permanen pada semua keluarga Indonesia. Puluhan juta orang tua setiap hari diselimuti rasa khawatir putra-putri mereka terperangkap menjadi pengguna.
![]() |
Dok. Menkum HAM Yasonna Laoly. Foto: Antara |
Masyarakat, kata dia, harus berhadapan dengan fakta keseharian tentang maraknya transaksi narkoba, dari tempat hiburan hingga gang-gang sempit di pemukiman masyarakat.
"Ternyata, LP bagi terpidana narkoba pun gagal fungsi. LP narkoba, kendati dijaga sangat ketat, masih saja gagal menjadi instrumen yang berfungsi mereduksi perdagangan dan peredaran narkoba. Sebaliknya, banyak sel LP justru berubah fungsi menjadi ‘kantor’ bagi sejumlah terpidana kasus narkoba untuk mengelola dan mengendalikan bisnis barang haram itu," ujarnya.
Gejala gagalnya fungsi LP narkoba, kata dia, sudah terlihat sejak lama. Namun, pemerintah belum bersungguh-sungguh memperbaiki efektivitas LP narkoba.
"Ada kesan bahwa mewujudkan efektivitas LP narkoba menjadi pekerjaan sangat berat karena Kementerian Hukum dan HAM harus terlebih dahulu melaksanakan pembersihan internal," sebutnya.
Beragam kasus narkoba yang terungkap di sejumlah LP, menurut Bambang, mengindikasikan bahwa banyak oknum di Kementerian Hukum dan HAM sudah menjadi bagian dari sel-sel sindikat narkoba, khususnya para oknum yang ikut mengelola manajemen LP. Fakta tentang kecenderungan ini sudah lebih dari cukup.
"Karena itu, Kementerian Hukum dan HAM perlu menjalin kerja sama khusus dengan Badan Narkotika Nasional (BNN) untuk melaksanakan program pembersihan internal itu. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly harus mengakui bahwa inisiatif kementeriannya melakukan pembersihan internal tidak menghasilkan apa-apa. Pembakaran LP Bengkulu pada Jumat, 25 Maret 2016 itu, setidaknya menjadi bukti terbaru tentang kegagalan Kemenkum HAM," ungkap dia.
Ia berhrap Presiden Joko Widodo mau meminta jaminan dari Menteri Hukum dan HAM tentang program pembersihan internal guna mengeliminasi sel-sel sindikat narkoba dari kementerian itu. Oleh karena aksi pembersihan internal itu tidak membuahkan hasil maksimal.
"Menteri Hukum dan HAM pun hendaknya mau memberi akses kepada BNN dan Kepolisian untuk mendeteksi oknum-oknum pada kementerian hukum dan HAM, khususnya di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (PAS) Kemenkum dan HAM," pungkas Bambang.(RIMA)
loading...
Post a Comment