JAKARTA,(BPN) – Mantan Dirjen Pemasyarakatan (Pas) Kemkumham Handoyo Sudradjat menilai, untuk menyelesaikan persoalan lembaga pemasyarakatan (lapas) harus dilakukan perubahan fundamental yaitu, memisahkan Pas dari urusan Kemkumham.
Artinya, pengelolaan lapas harus dilakukan oleh badan tunggal yang dia sebut Badan Pemasyarakatan Nasional (Bapasnas) yang bertanggung jawab langsung kepada presiden.
“Kalau itu bukan pendapat saya saja. Kalau dilihat kembali rekamannya saat rapat di Kemko Polhukam, Deputi Kempan RB mengatakan ini solusi efektif definitif jangka panjang,” kata Handoyo usai menghadiri acara peluncuran buku “Voicing The Voiceless” karya Evy Harjono Amir Syamsudin dan peresmian Second Chance Foundation, di Teater Kecil, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (6/5).
Dirinya mengakui, ide tersebut bukan barang baru karena telah lama dilontarkan oleh banyak pihak khususnya akademisi.
Bahkan, BPK dan Kempan RB juga mendorong agar pengelolaan lapas dilakukan oleh badan khusus.
“Kenapa harus terpisah (dari Kemkumham) karena ada jarak antara Kumham sebagai regulator yang membuat ketentuan-ketentuan dengan permasyarakatan sebagai pelaksana dari ketentuan itu. Jadi kalau ada penyimpangan di permasyarakatan bukan menterinya yang dihantam. Kalau sekarang selalu begitu, menterinya yang jadi sasaran,” kata Handoyo.
Dirinya mengaku pesimistis pengelolaan lapas bakal terjadi jika permasalahan yang paling mendasar tidak dituntaskan. Tidak terwujudnya ide Bapasnas merupakan alasan utama Handoyo mundur dari Dirjen Pas.
“Kalau saya optimistis, saya enggak keluar karena itu yang paling fundamental,” ujarnya.
Dengan dimasukannya Pas kedalam urusan Kemkumham maka, secara struktural Kakanwil bertanggung jawab langsung kepada menteri. Sedangkan Dirjen Pas posisinya berada di bawah menteri sehingga, Dirjen Pas tidak bisa berkordinasi langsung secara struktural dengan Kadiv Pas termasuk kepada Kepala UPT Pas.
Handoyo mengatakan, kecilnya anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk mengelola lapas hanya ekses kecil. Kendati, dibintanginya anggaran Rp 450 miliar juga menghambat upaya lapas untuk pemenuhan standar sarana dan prasarana termasuk mengadakan pelatihan untuk para petugas lapas.
“Kita mendapat tambahan Rp 450 miliar tapi masih dibintangi dan angka itu belum bisa menyeluruh. Karena harus ada penetapan standar pelayanan. Untuk bisa memenuhi standar pelayanan ini, orang seperti apa dan sarana prasarana seperti apa yang harus dimiliki, kondisi sekarang seperti ini. Kalau SDM nya harus dilatih, pelatihannya apa saja, berapa biaya pelatihan, sarana prasarana ?” ungkapnya.
Menanggapi wacana dikeluarkannya lapas dari urusan Kemkumham, Menkumham Yasonna Laoly tidak berbicara banyak. Dirinya hanya menegaskan untuk memisahkan lapas dari Kemkumham diperlukan undang-undang tersendiri.
“Nanti kita bicarakan karena itu (harus) bentuk undang-undang,” kata Yasonna.
Ketika itu Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen Pas Ma'mun mengakui isu pembenahan lapas belum menjadi program prioritas pemerintah sehingga, anggaran yang dibutuhkan lapas sejauh ini belum cair.
“Kami memahami pemerintah ada prioritas yang lebih mendesak. Kita semangatnya koordinasi kerja sama,” ungkapnya.
Ma'mun mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya mengupayakan pembentukan lapas khusus terpidana perkara narkotika. Sekarang ini tengah diadakan pemetaan terkait pembentukan lapas yang dimaksud. Namun dirinya tidak dapat memastikan kapan ide tersebut dapat terealisasi.
“Belum diputuskan semoga pekan depan sudah diputuskan. Targetnya sendiri tahun ini tetapi kita juga perlu waktu untuk itu misalnya renovasi, dan ini harus ‘maksimum security’,” ujarnya.
Disinggung daftar inventarisasi bandar besar narkotika yang sedang mendekam di lapas sekarang ini, Ma'mun belum dapat memastikan jumlahnya. Alasannya, pihaknya perlu berkordinasi seputar data dengan pihak lain seperti BNN dan Polri.
“Karena data di kami juga harus dikoordinasikan dengan BNN,” jelasnya. [Beritasatu]
loading...
Post a Comment