JAKARTA,(BPN)- Balitbang Hukum dan HAM mengadakan koordinasi teknis dengan Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia untuk mempersiapkan presentasi penelitian Balitbang Hukum dan HAM di Paris dan Sidney Mei dan Juli mendatang.
Penelitian tersebut berjudul “Janji Rekonsiliasi: Batas Hukum Amnesti di Aceh Pasca-Konflik” serta “Ujaran di Balik Khotbah: Reproduksi Kebencian melalui Kegiatan Keagamaan di Indonesia Pasca-Transisi”. Koordinasi ini dilaksanakan dalam rangka menerima arahan dan masukan dari Direktur Jenderal HAM terkait substansi makalah penelitian tersebut yang notabene berkaitan seputar permasalahan hak asasi manusia.
Bertempat di Ruang Rapat Lantai 2 Direktorat Jenderal Hak Asasi Manusia, koordinasi ini dihadiri oleh peneliti, sejumlah Pejabat Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan Balitbang Hukum dan HAM serta Ditjen HAM. Acara dibuka oleh F.Haru Tamtomo selaku Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, dilanjutkan dengan pemaparan dari Harison Citrawan Damanik yang akan mewakili Kementerian Hukum dan HAM dalam pertemuan ilmiah tersebut, Seni (23/03/2018).
Dalam pemaparannya, Harison mengatakan bahwa kebijakan amnesti yang diberlakukan di Aceh pasca konflik yang keinginan awalnya adalah untuk memberdayakan atau mencapai win-win solution yang saling menguntungkan ternyata terkurung oleh keinginan untuk berkuasa di antara penerima amnesti; yang secara langsung menghasilkan pembagian kelas antar penerima amnesti.
Sedangkan dalam hal kebebasan beragama, Harison berpendapat bahwa hingga saat ini agama yang adalah salah satu bentuk identitas sosial ternyata bisa menjadi alat yang cukup berbahaya jika diinfiltrasi oleh kepentingan politik dan sebagainya, apalagi jika label “kafir” atau “sesat” cukup mencuat di tengah kehidupan masyarakat. Harison juga melihat bahwa ternyata ada kepentingan ekonomi politik (akumulasi modal/kapital,lahan dan lain sebagainya) yang melatarbelakangi isu-isu yang berkaitan dengan agama.
Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia, Mualimin Abdi berpendapat bahwa isu yang diangkat dalam penelitian ini adalah isu yang sangat sensitif dan sangat berkembang di tingkat nasional bahkan internasional.
“Saya kira ini akan menjadi hal baik untuk menjelaskan posisi Indonesia di dunia internasional tentang wajah HAM di Indonesia khususnya di Aceh.” Beliau juga memberikan masukan agar isu yang diangkat dalam penelitian ini tidak menimbulkan polemik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Hal ini juga akan mendorong ke depannya Balitbang Hukum dan HAM dan Direktorat Jenderal HAM bisa melaksanakan kegiatan secara bersama-sama,” tambah Beliau.
Senada dengan Dirjen HAM, Kepala Balitbang Hukum dan HAM F.Haru Tamtomo juga mengatakan bahwa penelitian ini adalah penelitian pertama yang akan dipresentasikan di tataran internasional sehingga harus dilaksanakan sebaik-baiknya dan tentunya akan didukung secara maksimal.
Beliau juga mengamini ajakan Dirjen HAM agar ke depannya kedua institusi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM ini bisa melakukan kerja sama dan melaksanan kegiatan secara bersama-sama khususnya di bidang hak asasi manusia.(Red/Rls)
loading...
Post a Comment