JAKARTA,(BPN)- Malang nian nasib 26 narapidana dari Lapas Krobokan dan Lapas Bangli pada Kamis 28 Maret 2019. Mereka diseret dan dipukuli saat dipindahkan ke Lapas Nuskambangan.
Sialnya, aksi tak manusiawi itu direkam dalam sebuah video berdurasi 1 menit 22 detik. Sontak masyarakat yang kebetulan menonton video itu langsung naik pitam dan memprotes kelakuan sekelompok oknum petugas Lapas tersebut.
Sebagai informasi, kekerasan yang dilakukan para petugas Lapas tersebut sudah masuk kategori tindak pidana. Bahkan perlakuan mereka melanggar Declaration Against Torture and Other Cruel in Human Degrading Treatment or Punishment (adopted by the general assembly, 9 Desember 1975).
Deklarasi itu dengan tegas melarang semua bentuk penganiayaan atau tindakan kejam lain, perlakuan dan pidana yang tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia dan merupakan pelanggaran hak hak dasar manusia.
Sejatinya para petugas Lapas adalah orang-orang yang memperlakukan seseorang yang berstatus narapidana untuk dibangun agar bangkit menjadi seseorang yang baik.
Mereka (petugas Lapas) seharusnya bisa membangkitkan rasa harga diri pada diri sendiri dan orang lain, serta mengembangkan rasa tanggung jawab untuk menyesuaikan diri dengan kehidupan yang tentram dan sejahtera dalam masyarakat, dan selanjutnya berpotensi luhur dan bermoral tinggi. Sebab napi juga punya hak untuk hidup.
Sayangnya, Kemenkumham sepertinya 'gelap mata' dalam memberikan hukuman kepada para pelaku kekerasan terhadap napi. Melalui Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Produksi Kemenkum HAM, Junaedi, tindakan para petugas tersebut terus didalami oleh tim dan apabila pelanggaran ini kategori berat, ringan, sedang, sesuai dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan, maka akan dijatuhi hukuman secara administrasi kepegawaian.
Hukuman diberikan berdasarkan atas PP 53 dan kemudian juga Pertanggungjawaban secara hukum. Padahal, tindakan 'rimba' petugas Lapas itu juga melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Bahkan bisa dijerat pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
Sebab tindakan para pelaku sudah melenceng dari fungsi pemasyarakatan. Bahkan pelaku kekerasan juga melanggar hak-hak narapidana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2006 perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Permasyarakatan.
Alangkah baiknya para pelaku kekerasan narapidana itu membaca buku Muladi yang berjudul HAM, Politik , dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit UNDIP, Semarang, 2002, pada halaman 224.
Dalam bukunya, Muladi menyebutkan seyogyanya Pemasyarakatan merupakan suatu proses pembinaan narapidana yang sering disebut theurapetics proccess, yakni membina narapidana dalam arti menyembuhkan seseorang yang tersesat hidupnya karena kelemahan-kelemahan tertentu. (Red/Reqnews)
loading...
Post a Comment