![]() |
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad |
JAKARTA,(BPN) - Dalam satu bulan terakhir, Indonesia diserbu berton-ton sabu dan jutaan pil ekstasi. Di sisi lain, eksekusi mati gembong narkoba terkesan lama.
Kejaksaan Agung (Kejagung) selaku eksekutor beralasan tidak mau ada keributan di kemudian hari terkait eksekusi mati.
"Jangan sampai kita eksekusi sekarang saja banyak diributkan, apalagi kita tidak cermat betul," kata Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta Selatan, Rabu (2/8/2017).
Noor mengatakan saat ini sedang mengumpulkan data narapidana yang statusnya telah berkekuatan hukum tetap. Ia mencermati setiap hak terpidana mati telah diberikan, misalnya peninjauan kembali (PK) dan pengajuan grasi.
"Yang jelas kami sedang menginterventarisasi mana-mana napi yang telah memenuhi syarat, telah menghabiskan hak-hak hukumnya. Nah, ini kami kumpulkan kembali, baru kita susun bagaimana rencana ke depannya," kata Noor.
Ia menyebut pengumpulan nama tersebut merupakan tugas rutin kejaksaan. Dia tidak menghubungkan masuknya peristiwa 1,3 ton sabu dan 1,2 juta pil ekstasi sebagai salah satu tanda akan melakukan eksekusi.
"Nggak, itu memang sudah tugas kami di sini setiap saat menginterventarisasi data terpidana mati yang ada di seluruh Indonesia. Itu kan selalu update. Nah, setiap saat dibutuhkan, baru kita jalan," ujarnya.
Sebelumnya, saat eksekusi mati jilid III, para aktivis HAM sempat memprotes eksekusi mati yang dilakukan Kejagung. Hal itu karena aktivis HAM menyangka ada terpidana mati yang masih menunggu hak grasinya diputuskan presiden. (Red/Detikcom)
loading...
Post a Comment