BAPANAS/GUNTUR- Perayaan Tahun Baru 2017 mungkin menjadi malam yang tak terlupakan bagi Bupati Klaten, Sri Hartini. Saat pemimpin daerah lainnya menghabiskan waktu bersama warga atau keluarganya.
Politikus PDIP itu terpaksa mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lantaran menjadi tersangka kasus dugaan suap mutasi atau promosi jabatan di Pemkab Klaten.
Hartini yang telah mengenakan rompi tahanan berwarna oranye terlihat keluar Gedung KPK pada Sabtu (31/12) malam usai ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Jumat (30/12). Tanpa sepatah kata pun, Hartini yang matanya berkaca-kaca berupaya menerobos awak media sambil menutupi wajahnya dengan tas warna hitam.
Sebelum Hartini meninggalkan Gedung KPK menggunakan mobil tahanan, Sumarlan seorang Kasi SMP Disdik Pemkab Klaten yang juga berstatus tersangka terlihat lebih dulu masuk ke mobil tahanan yang membawanya ke Rutan Pomdam Jaya Guntur.
"Keduanya akan menjalani masa penahanan untuk 20 hari ke depan. SHT (Sri Hartini) ditahan di Rutan Gedung KPK, sementara SUL (Sumarlan) ditahan di Rutan Pomdam Guntur cabang KPK," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah.
Diketahui, dalam OTT pada Jumat (30/12), Tim Satgas KPK mengamankan Sri Hartini, Sumarlan, dan enam orang lainnya, yakni PNS Nina Puspitarini, Bambang Teguh, Slamet, honorer Panca Wardhana, serta dua swasta Sukarno dan Sunarso.
Mulanya, sekitar pukul 10.30 WIB, Tim Satgas KPK mengamankan Sukarno di Jalan Pucuk dan turut mengamankan uang sebesar Rp 80 juta. Tak lama kemudian, Tim Satgas KPK bergerak ke rumah dinas bupati Klaten dan mengamankan tujuh orang, termasuk Sri Hartini.
Dari lokasi ini, Tim Satgas KPK juga mengamankan uang sekitar Rp 2 miliar dalam pecahan rupiah dan valuta asing, yakni US$ 5.700 dan 2.035 dolar Singapura. Selain itu, diamankan juga buku catatan penerimaan uang.
Sri Hartini dan Sumarlan menyamarkan uang tersebut dengan nama uan syukuran. Setelah ditelusuri, uang ini berhubungan dengan promosi dan mutasi jabatan kaitan pengisian organisasi dan tata kerja organisasi perangkat daerah. Hal itu sebagaimana diamanatkan Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.
Dari delapan orang yang diamankan, KPK menetapkan Sri Hartini sebagai tersangka penerima dan dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junctoPasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Suramlan selaku pemberi disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(beritasatu)
loading...
Post a Comment